Simposium Kebangsaan: Hari Pahlawan
Jum’at, 12 November 2010
Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul dalam rangka memperingati Hari Pahlawan pada 10 November 1945 menyelengarakan Simposium Kebangsaan dengan tema : “The Real First Revolution Father of Indonesia: TAN MALAKA,” yang dilaksanakan pada Selasa, 09 November 2010 di UEU dan dihadiri oleh Mahasiswa dan Dosen. Acara diawalii dengan sambutan dari Wakil Rektor III – Bapak Holiq Raus, dilanjutkan dengan pembicara Simposium, yaitu: Harry A. Poeze (Universitas Leiden Belanda: Sejarahwan Belanda & Direktur Penerbit Institut Kerajaan Belanda untuk Saudi Karibia dan Asia Tenggara atau KITLV Leiden), Prof. Zulhasril Nasir, Ph.D (Dosen Pascasarjana & Pakar Komunikasi FISIP UI), Rizal Adhitya Hidayat, SIP.MM (Dosen Universitas Esa Unggul, Analis Sejarah dan Pemikiran Politik, Peneliti LEMHANAS).
Topik Simposium kebangsaan ini mempresentasikan sebuah rekam jejak salah satu putra terbaik yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, yaitu Tan Malaka. Terdapat tiga entitas kapabilitas kualitas personal Tan Malaka sehingga layak menyandang predikat sebagai Guru Besar Revolusi Indonesia. Ketiga entitas kapabilitas kualitas personal tersebut adalah : Pertama, Tan Malaka sebagai anak manusia yang mengalami suatu proses kehidupan yang penuh konflik dan dramatis. Kedua, Tan Malaka sebagai tokoh aktivis politik yang berkembang menjadi seorang pejuang militan, radikal dan revolusioner. Ketiga, Tan Malaka sebagai intelektual-pemikir yang melahirkan pemikiran-pemikiran yang orisinil, berbobot dan brilyan.
Ketiga entitas tersebut di atas terjalin erat sekali di dalam dirinya, dan oleh karena itu ketiganya juga saling berkaitan antar variabel-variabel pembentuknya. Keterkaitan antar ketiganya ini masing-masing dalam sesi simposium akan terjabarkan melalui setiap deskripsi paparan yang menggambarkan bagian kehidupan Tan Malaka. Bagian kehidupannya sebagai seorang pejuang revisionis revolusioner dalam setiap pemikiran, tindakan dan perilakunya dalam arena revolusi kemerdekaan Indonesia, dimana hal ini tercerminkan dari keberadaan Tan Malaka dalam setiap eksistensi dan eskalasi berbagai pertarungan kepentingan ideologis dalam ranah masyarakat Indonesia.
Akhirnya, fase klimaks hakekat dari ketiga entitas kapabilitas kualitas personal Tan Malaka tersebut menyumbang pemikiranya yang lahir dari sinthesa hasil perantauannya di luar negeri, baik sebagai seorang mahasiswa, exsternir, agen komintern partai komunis, free agent maupun buronan para polisi rahasia di setiap negara yang dikunjunginya. Riwayat hidupnya yang begitu misterius, dramatis dan tragis terealisasikan dalam setiap fase perjalanan hidupnya yang penuh dengan dinamika perjuangan demi merevisi pola kehidupan bangsanya.
Suatu pola kehidupan yang merefleksikan sebuah budaya bangsa yang terhegemonikan sedemikian rupa dalam bingkai feodalisme dan imperialisme. Sebuah refleksi bangsa feodal yang terimbas praktek imperialisme, dimana menghasilkan karakter bangsa yang bermental pasif, budak dan kontra revolusioner dalam hubungannya terhadap pencapaian kemerdekaan pada berbagai aspek kehidupan bangsa secara mandiri dalam politik dan ekonomi. Sumbangan pemikiran terbaik Tan Malaka adalah Madilog. Kelahiran Madilog sebagai sebuah karya monumental Tan Malaka, dilatar belakangi oleh spirit jiwa aliran filsafat idealisme dan materialisme di satu sisi, dan konsep rantau Minangkabau pada sisi lain. Ketiganya di-sinthesa-kan Tan Malaka sebagai the steps-guiding book berkarakteristik materialisme, dialektika dan logika (Madilog), untuk membangun kembali tatanan sosial dan budaya bangsa Indonesia agar menjadi sebuah bangsa yang merdeka 100% dalam segala aspek kehidupannya. Madilog inilah yang menjadi pusaka opus magnum warisannya terhadap Republik Indonesia.